Perjalanan pertama
ke negeri Sakura
Akhirnya pesawat Continental Airlines yang saya tumpangi
mendarat di Bandara Narita Tokyo. Dari tempat inilah saya
ingin mulai bercerita sedikit tentang Jepang, negara yang
sudah lama sangat ingin saya kunjungi. Setelah menguras
hampir semua isi tabungan, keinginan itu akhirnya bisa terwujud.
Bendara Narita adalah bandara yang luar biasa besar menurut
saya. Bendara di kota saya, yang saya singgahi delapan jam
yang lalu terasa kecil, padahal sama sama bandara internasional
Untuk menuju loket kedatangan, harus diantar pakai kereta
api yang digerakkan dengan listrik. Inilah untuk pertama
kalinya saya naik kereta api ! Maklum di daerah saya tidak
ada kereta api. Keretanya cukup kecil, penumpang penuh,
jadi terpaksa harus bergelantungan pada pegangan yang sudah
disediakan, seperti monyet.
Beberapa menit kemudian kereta sampai di tujuan, tapi kepala
saya mendadak menjadi sakit. Toilet ! ya, tampaknya saya
harus pergi ke toilet sekedar untuk cuci muka dan juga membuang
air sisa stok sebelumnya. Setelah clingak clinguk, mirip
maling jemuran, akhirnya saya sampai juga di toilet. Dasar
udik, saya sempat kebingunan mencari tombol pemutar air
di toilet dan di kran pembasuh tangan. Ternyata untuk pispis
kita tidak perlu diakhiri dengan memutar ata menekan tombol
untuk menyiram air, karena ada alat ajaib yang namanya sensor.
Yah, akhirnya saya harus pipis seperti seperti si hitam,
anjing teman saya. Untuk membasuh tangan juga gampang, tinggal
sodorkan tangan ke kran, air mengucur dengan sendirinya,
tentu saja saya tahu, setelah ada grekanh lain yang secara
tidak langsung memberi tahukan caranya.
Saya melewati tempat pemeriksaan paspor kedatangan tanpa
masalah, dijemput, dibelikan tiket dan naik kereta api (lagi!!),
menuju tempat menginap. Dalam perjalanan, kereta melewati
persawahan, desa, dan rumah penduduk. Ada satu yang terasa
janggal, mengapa jepang terlihat begitu sepi, tidak terlihat
banyak orang ? Saya tetap saja tidak mengerti ketika dijelaskan
saat itu bertepatan dengan jam kantor, jadi wajar tidak
terlihat banyak orang. Anda juga bingung bukan ?
Kadang kadang kereta api memasuki terowongan dan menembus
bukit selama belasan kilometer, wow !. Setelah beberapa
jam akhirnya kereta sampai juga di tujuan, yaitu terminal
atau stasuin pusat kota. Mentakjubkan bagi saya, ternyata
stasiun itu terletak di bawah tanah. Stasiun itu sangat
luas, penuh orang (tentu saja), menuju lorong lorong panjang
yang sangat banyak dan mambingunkan. Layaknya stasiun, juga
terdapat tempat makan, toko buku, warung mini market, dan
entah apa lagi.
Naik kereta lagi, turun lagi, pindah ke jalur dan kereta
lain akhirnya saya diberitahu kalu kita sudah sampai. Entah
samapai dimana, karena semuanya masih di bawah tanah. O,
lupa, pembelian tiket kereta, kembalian, sampai pemeriksaan
tiket di pintu masuk dan keluar, semuanya menggunakan mesin.
Petugas stasiun yang terlihat mengawasi cuma satu orang,
atau mungkin juga dua, entahlah, yang jelas saya sangat
ingin keluar dan ingin melihat seperti apa kota di jepang
yang sebenarnya ? Melalui pintu keluar nomor belasan, akhirnya
keinginan saya terpenuhi
Kota terlihat sangat besih dan indah dengan lampu lampunya
yang warna warni.(karena ketika sampai, hari sudah malam).
Orang orang terlihat sangat banyak, dengan pakaian dan warna
yang hampir sama dan ekrpresi dan cara berjalan yang juga
sama, tergesa gesa dan setengah berlari ! Di jalan, kendaraan
melanju dengan sangat tertib, tidak terlihat kemacetan ataupun
bunyi klakson. Yang menarik bagi saya adalah ketika menyebrang
jalan. karena selama menyebran mobil berhanti dengan sendirinya,
bukan sebaliknya.
Trotoar tempat berjalan kaki juga menyenangkan, sangat lebar,
1, 2, 3 bahkan 4 meter atau lebih pun banyak saya jumpai.
Uniknya, trotoar bukan hanya dipakai oleh pejalan kaki juga
oleh pengendara sepeda, yang terhitung sangat barseliweran.
Trotoar tidak naik turun seperti yang selama ini saya kenal,
tapi flat dan lurus dengan garis kuning di tengahnya. Belakangan
saya tahu, ternyata di garis kuning itu khusus disediakan
untuk tuna netra, karena pavingnya beda, dengan benjolan
benjolannya yang khas merupakan petujuk yang berharga bagi
mereka. Orang tua dengan korsi rodanya juga dengan nyaman
lewat diatasnya.
Tidak terasa saya sampai di tempat saya menginap, dengan
kepala yang terasa berat karena dipenuhi perasaan takjub,
heran dan juga sedih. Kapan ya negara saya bisa seperti
ini ? Tidak usah muluk muluk, bisa menyebrang dengan nyaman
saja sudah lebih dari cukup bagi saya.
Ditulis oleh : nyoman ardika
Denpasar, December 1997
top page
|