BUNUH DIRI, Budaya minta maaf gaya Jepang ?
Dan perbandingannya dengan kasus di Indonesia


Persiapan ritual seppuku
sumber image : wikipedia

Berita tentang kasus bunuh diri yang di negara Jepang mungkin sudah cukup sering kita dengar. Kenapa angka bunuh di negara tersebut sangat tinggi, apakah penyebabnya dan juga yang tidak kalah pentingnya bagaimana dengan kasus di Indonesia? Berikut ini saya mencoba untuk menuliskannya

GAMBARAN UMUM

Berdasarkan data dari Kepolisian Jepang, angka bunuh diri di Jepang, terbilang sangat mencengankan, sekitar 32.552 orang untuk tahun 2005 atau 24 kasus per 100.000 penduduk ! Tidak terlalu jauh dengan tahun tahun sebelumnya, masih di kisaran angka 30 ribuan. Angka yang cukup tinggi bukan ? Tentu saja Jepang selain terkenal dengan teknologinya, juga terkenal dengan angka bunuh dirinya.

Kebanyakan pelakunya adalah pria

Dari sisi gender, sebagian besar dari pelaku sempuku adalah pria, namun tidak jarang umumnya juga akan disusul oleh pihak wanita, kalau mereka sudah berkeluarga.

Pada masa sekarang, golongan pelaku bunuh diri terbesar masih tetap dinominasi oleh golongan pria yaitu berkisar 70 % (data tahun 2007 =71%, 2009 =72%, sumber : Mainichi Daily News). Sedangkan kalau dibagi menurut wilayah, kasus tertinggi umumnya terjadi di kota besar yaitu Tokyo.

Kemudian dari segi umur, kebanyakan adalah berusia setengah baya atau rata rata berkisar umur 50 tahun ke atas. Pelaku remaja, terlebih lagi anak anak relatif jarang ditemukan.

Bunuh diri dan budaya

Kalau kita melihat film Jepang yang berseting jaman samurai, biasanya sangat umum dijumpai adegan bunuh diri yang disebut Seppuku. yaitu merobek perut sendiri dengan menggunakan katana berukuran pendek. Tindakan ini biasanya dilakukan karena alasan harga diri, tanggung jawab karena gagal dalam tugas, kalah dalam peperangan sehingga sebelum dipermalukan karena akan ditangkap oleh pihak musuh, para pemimpinnya umum melakukan tindakan bunuh diri.

Seppuku dalam kondisi terdesak bisa dilakukan dengan instan, namun dalam kasus standard, umumnya dilakukan dengan ritual yang cukup panjang. Pelaku seppuku akan melakukannya dalam kondisi bersih, baik badan dengan cara mandi maupun pakaian yang serba putih. Ritual ini tidak dilakukan seorang diri namun disaksikan oleh sejumlah orang serta di belakang pelaku juga berdiri seorang asistent yang bertugas untuk memenggal kepala si korban untuk menghindari penderitaan yang berkepanjangan !

Walaupun ritual seppuku sudah resmi dilarang sejak tahun 1873 atau pada masa Restorasi Meiji tapi belasan kasus masih tetap terjadi. Kasus terakhir yang paling terkenal dilakukan pada tahun 1970 oleh seorang sastrawan bernama Yukio Mishima. Motifnya adalah berkaitan dengan politik.

MOTIF DAN ALASAN

Kehilangan pekerjaan adalah alasan terbesar

Berikut motif dan alasan terbesar dari pelaku bunuh diri di negara tersebut :

  • Kehilangan pekarjaan
  • Usaha bangkrut
  • Hutang piutang
  • Gangguan kesehatan
  • Masalah tekanan di lingkungan kerja
  • Pergaulan dan masalah di lingkungan sekolah.
  • Ijime atau bullying

Khusus untuk motif bagian terakhir yaitu Ijime umumnya menimpa golongan pelajar atau anak anak. Ijime kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih "diganggu, diejek, di olok olok atau diteror secara mental oleh orang lain" Orang lain yang dimaksud dalam hal ini umumnya adalah teman sendiri, kakak kelas atau bahkan guru pembimbing.

Berikut adalah beberapa kasus yang sulit untuk digolongkan, apakah termasuk tanggung jawab, harga diri atau sebaliknya yaitu kebodohan dan melarikan diri dari tanggung jawab.

  • Ketika Jepang memutuskan untuk menyerah kepada Amerika, banyak tentara yang memilih bunuh diri, khususnya para petinggi militernya.
  • The Deputy Mayor of Kobe yang bunuh diri karena merasa tidak mampu menjalankan tugas pemulihan kota Kobe pasca gempa bumi hebat tahun 1995.
  • Pejabat negara bunuh diri karena kasus korupsinya terbongkar. Contoh paling populer adalah yang dilakukan oleh Menteri Pertanian Jepang di tahun 2007, karena tersandung kasus korupsi. Kasus ini kemudian menyeret Kepala Mantan Green Resource Agency yang akhirnya juga memutuskan untuk mengambil jalan pintas untuk menyusul rekannya.
  • Beberapa kasus kejadian orang tuanya yang bunuh diri karena anak kandungnya menjadi sorotan media nasional karena melakukan tindak kejahatan. Sang orang tua merasa malu dan merasa telah gagal karena tidak mempu mendidik anaknya dengan baik. Kasusnya seperti ini cukup banyak namun umumnya tidak diekspose ke media massa.

Menabrakkan diri adalah salah satu cara favorit

Melompat dari gedung tinggi, menabrakkan diri dengan kereta yang sedang melaju, menutup semua pintu mobil dan menghubungkan saluran kenalpot kedalamnya adalah beberapa cara bunuh diri yang umum dilakukan disamping cara lain yang lebih konvesional yaitu gantung diri. Selain "media favorit" seperti disebutkan di atas, ada juga "tempat fovorit" untuk melakukannya. Untuk kasus menabrakkan diri ke kereta api, jalur kereta api jurusan Chuo (Chuo Line) di Tokyo merupakan jalur kereta yang paling banyak dipilih, kemudian untuk area luar kota mereka sepakat memilih hutan Aokigahara yang terletak di kaki gunung Fuji ! Data tahun 1988, 1999 dan 2002 tercatat 30, 74 dan 78 kasus yang berarti terus meningkat dan semakin menjadikannya sebagai "tempat terfavorit untuk bunuh diri "dari tahun ke tahun.

Kasus yang relatif jarang terjadi adalah bunuh diri yang dilakukan secara berkelompok, tiga, empat atau bahkan lima orang sekaligus. Waktu yang dipilih biasanya adalah musim dingin, dengan cara mengurung diri dalam mobil yang sudah dihubungkannya dengan saluran knalpot, atau kadang ditambah dengan membakar arang untuk menguras gas O2. Pelaku biasanya meminum obat tidur sebelumnya. Dari berbagai kasus yang terungkap, pelaku umumnya adalah tidak saling mengenal sebelumnya dan "persahabatan" dijalin lewat internet dan sepakat melakukan tindakan aneh ini bersama sama karena merasa senasib.

Bunuh diri yang menakutkan

Umumnya bunuh diri bukanlah dianggap hal yang menakutkan (bagi orang lain) karena pelaku cendrung hanya berniat untuk menghilangkan nyawa sendiri. Namun untuk kasus tertentu bisa jadi sebaliknya. Contohnya adalah bunuh diri yang diawali dengan membunuh orang lain dan dilakukan di di tempat ramai. Pelaku biasanya tidak memilih milih calon korbannya jadi siapa saja yang berada didekatnya beresiko untuk menjadi korban.

Kemudian kasus mengiklankan diri mencari teman untuk bunuh diri. Alasannya umumnya adalah karena takut, tidak ingin mati kesepian. Tentu saja tindakan ini adalah illegal dan berbahaya bagi orang lain. Tidak jarang kasus ini dimanfaatkan oleh "orang gila" yang menjebak korbanya dengan mengaku diri senasib dan akhirnya meninggalkan korbanya mati sendirian begitu saja. Bukan cuma sebatas ini, pelaku juga merekam adegan ngeri ini sebelumnya dan menyimpanya sebagai koleksi belaka. Sinting khan ? Sedikit melegakan, kasus semacam ini cuma ditemukan sekali saja sampai saat ini dan mudah mudahan juga menjadi yang terakhir.

BEBERAPA SISI MENARIK

Ah, yang benar aja, bunuh diri koq disebut menarik ? Tentu saja, bunuh diri tetap merupakan suatu kasus yang menyedihkan namun setidaknya ada beberapa bagian yang bisa decermati disini khususnya untuk kasus yang terjadi di negara Jepang. Jadi sisi menarik yang dimaksud bukan pada bagian bunuh dirinya, namun pada sisi lain.

Tidak diekspose ke media massa

Bunuh diri adalah kasus umum di negara tersebut namun uniknya media masa seperti koran ataupun televisi seakan bersih dari berita tentang topik ini. Tentu saja yang jelas hal ini bukan berarti karena larangan, pembatasan atau pihak pemerintah namun karena berita semacam ini bukanlah topik yang menarik untuk diberitakan. Perkecualian adalah kalau kasusnya dilakukan oleh seorang pejabat, orang terkenal, artis, anak sekolah atau dilakukan secara kelompok.

Kemudian liputan tentang kasus bunuh diri ini ataupun kasus musibah dan kecelakaan lain umumnya dipastikan tidak akan pernah menyiarkan wajah korban secara close up dalam kondisi meninggal ataupun sekarat. Hal ini disamping karena alasan privasi juga karena untuk menghormati perasaan keluarga yang ditinggalkan. Salah satu contoh kecil yang ada baiknya juga dipertimbangkan oleh liputan media ataupun non media di tanah air. Semua orang pasti ingin tampil gagah atau cantik di depan kamera bukan ? Disamping itu menurut pendapat saya pribadi, kasus bunuh diri yang marak diberitakan di media masa kadang bisa menimbulkan effek domino yaitu merangsang pelaku lain untuk melakukan tindakan yang sama.

Keluarga tetap harus bayar

Bunuh diri umumnya berarti menghilangkan nyawa diri sendiri. Segala beban dan permasalahan si korban mungkin akan selesai. Pihak keluarga yang ditinggalkan mungkin cuma akan direpotkan walau cuma sebatas biaya pemakaman saja. Namun untuk kasus tertentu masalahnya mungkin tidaklah sesederhana itu.

Untuk kasus bunuh diri seperti Jisin Jiko misalnya, yaitu menabrakkan diri ke kereta api, kasusnya akan menjadi sangat panjang dan berat terlebih lagi kalau dilakukan di jalur kerata yang padat. Yang jelas selama beberapa jam pergerakan kereta di jalur tersebut akan berhenti, ratusan ribu atau bahkan jutaan penumpang akan terlantar atau dialihkan ke jalur lain.

Situasi ini belum berhenti sampai disitu. Keluarga korban juga diharuskan membayar sejumlah uang denda untuk biaya bersih bersih dan konspensasi keterlambatan kereta. Bayangkan, Ini namanya, cara bunuh diri bukan untuk mengakhiri masalah namun menambah masalah. Namun walaupun begitu setiap tahun kasus seperti ini selalu saja berulang. Demikian juga untuk kasus lain seperti terjebak hutang pituang. Walaupun pelakunya sudah meninggal, hutang tidak akan lunas dengan sendirinya. Pihak keluargalah yang harus menanggungnya.

Bunuh diri karena cinta atau asmara?

Bunuh diri karena alasan cinta atau asmara adalah sangat jarang ditemukan di negara tersebut. Jadi kasus Romeo dan Juliet nyaris tidak ditemukan di negara tersebut. Sepertinya masalah asmara bukanlah kasus berat bagi kebanyakan orang. Seiring waktu, rasa sakit karena cinta dianggap akan hilang dan menguap. Berbeda kasusnya dengan kehilangan pekerjaan atau dililit hutang. Dibawa tidur berapa kalipun hutang tidak akan hilang, hutang tetap akan menunggu atau malah semakin besar.

Bunuh diri dan asuransi

Seperti sudah saya tulis di atas, kebanyakan dari pelaku bunuh diri adalah pria dan alasan terbesarnya adalah karena masalah kehilangan pekerjaan. Hal yang menyedihkan dan terasa berat tentu saja saat seseorang harus berada dalam kondisi tanpa pekerjaan, terlebih lagi bagi seorang yang telah menikah. Tanggung jawab dan harga diri sebagai seorang kepala keluarga jatuh dan sebagai ungkapan rasa malu karena merasa gagal melindungi keluarga tidak jarang para pria tersebut melakukan bunuh diri.

Mungkin ada pembaca yang ingin bertanya, bagaimana dengan keluarga yang ditinggalkan ? Nah, disinilah dilemanya, karena di negara jaminan asuransi juga mencakup bunuh diri. Jumlah yang dibayar tidak tangung tanggung, sangat besar apalagi kalau dirupiahkan. Mungkinkah faktor ini yang menyebabkan banyaknya kasus bunuh diri di negara tersebut ? Bisa iya namun bisa juga tidak. Namun sepertinya dalam situasi normal tidak akan ada orang yang berniat mati demi uang.

Yakuza tidak mengenal kata bunuh diri

Sedikit catatan kecil sebagai selingan perlu saya tuliskan bahwa kasus bunuh diri umumya dilakukan oleh golongan kesatria pada jaman dulu dan masyarakat biasa pada masa sekarang. Golongan preman, pelaku kriminal , golongan semacam Yakuza atau sejenisnya hampir tidak mengenal tradisi bunuh diri semacam ini.

Ungkapan rasa tanggung jawab karena gagal dalam tugas untuk golongan ini tidaklah sampai berakhir dengan kematian atau membunuh diri sendiri tapi cukup dengan cara potong jari yang dalam bahasa yakuza disebut dengan Yubisume. Ritual ini hanya dilakukan untuk tingkat kesalahan yang fatal dan umumnya jari yang dipotong dipilih yang paling kecil yaitu jari kelingking.

Hal ini tentu saja merupakan suatu kasus ataupun fenomena unik yang sepertinya berlaku di negara mana saja. Seorang rekan saya pernah mengatakan "Jadi orang itu jangan terlalu baik ataupun perasa, nanti bisa cepat mati". Kalau menunjuk pada kasus yang ada, sepertinya pendapat rekan saya itu ada benarnya juga. Jadi besar ataupun kecilnya kasus bunuh diri yang terjadi di negara lain sama sekali tidak bisa dipakai sebagai kesimpulan akhir tentang kondisi moral negara yang bersangkutan karena bisa jadi adalah sebaliknya. Namun kalau dikaitkan dengan masalah mental, ya saya cendrung menyetujuinya.

 

BUNUH DIRI DAN AGAMA

Kenapa kasus bunuh diri di negara Jepang sangat tinggi ? Apa penyebabnya ? Walaupun sebagian besar alasan dan latar belakangnya sudah saya tulis di atas mungkin tetap saja susah untuk sebagian besar orang atau mungkin juga saya sendiri, untuk memahaminya.

Bagiamana dengan agama ? Ini mungkin merupakan pertanyaan paling menarik. Tentu saja tidak bisa dipungkiri agama memberikan andil besar untuk meminimalkan kasus kasus bunuh diri. Agama mengajarkan keseimbangan antara jasmani dan rohani, keduniawian dan dunia fana. Namun untuk kasus di negara Jepang atau di negara maju sepertinya ada sedikit hal yang perlu digaris bawahi.

Untuk kasus tertentu seperti hilangnya semangat hidup, masalah cinta ataupun kekosongan jiwa mungkin agama adalah salah satu jalan terbaik. Namun untuk kasus lain seperti hilangnya pekerjaan, bangkrut atau terjebak hutang piutang, agama sama sekali dianggap tidak bisa membantu. Masalah hutang dan pekerjaan dianggap tidak akan hilang atau lunas hanya dengan sembahyang.

Hidup di kota besar tanpa pekerjaan dan penghasilan, dikejar berbagai tagihan asuransi, sewa kamar dan pajak tentu bukanlah hal yang mudah dan cepat atau lembar mereka akan terlempar hidup dijalan sebagai gelandangan. Parahnya lagi budaya bantu saudara, pinjam uang atau minta tumpangan tidur sangat tidak umum dilakukan oleh orang Jepang. Hal inilah yang sering memicu seseorang untuk menarik diri dari kehidupan yaitu dengan melakukan bunuh diri.

Bagi kebanyakan orang Jepang, bekerja adalah ibarat agama bagi mereka. Dengan bekerja maka hidup memiliki arti dan makna. Jadi di saat mereka kehilangan pekerjaan maka harga diri dan kebanggaan akan lenyap. Itulah sebabnya kasus bunuh diri terbesar disebabkan oleh karena kehilangan pekerjaan.

Dalam kondisi dan situasi normal, sepertinya tidak ada seorangpun yang berpikiran untuk melakukan tindakan konyol ini, namun dalam kondisi tertekan, stress dan bingung atau bahkan marah segala tindakan yang tidak masuk akalpun sepertinya adalah mungkin.

 

BUNUH DIRI DI INDONESIA

Kasus bunuh diri di Jepang dan sering menjadi sorotan dari banyak orang namun kita sering lupa bahwa sebenarnya kasus bunuh diri ini juga cukup banyak terjadi di Indonesia. Kasus ini seakan lepas dari sorotan mungkin salah satunya karena tidak adanya informasi yang transparan tentang hal ini.

16.000 orang pertahun ?

Menurut guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, A Prayitno menyebutkan, berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization yang dihimpun tahun 2005-2007 sedikitnya 50.000 kasus bunuh diri di Indonesia. Jadi kalau di rata ratakan adalah sekitar 16.600 an kasus pertahun atau 7,41 orang per 100.000 penduduk. Masih lebih rendah dari kasus di Jepang yaitu 24 orang per 100.000 penduduk. Sedangkan angka rata rata kasus bunuh diri di dunia (kalau tidak salah) adalah 14.5 orang per 100.000 penduduk.

Jumlah yang tentu saja kecil kalau dibandingkan dengan kasus di negara Jepang. Namun perlu dicatat bahwa jumlah ini belum termasuk korban yang meninggal akibat overdosis obat terlarang dan sejenisnya. Jadi kalau semua angka digabungkan maka jumlahnya akan menjadi fantastis.

Sedikit membingungkan juga, kenapa data ini justru harus dikutip dari WHO ? Sepertinya kebanyakan kasus yang terjadi di Indonesia cendurng "ditutupi", baik oleh pihak keluarga maupun pihak lain. Hal yang wajar tentu saja, keluarga mana yang bangga kalau saudaranya meninggal karena bunuh diri. Hal inilah menyebabkan sulitnya mendapatkan data yang akurat.

Satu satunya daerah yang bisa memberikan data paling lengkap adalah Bali dan Jakarta, yang mencatat sebagai berikut.

  1. Untuk daerah Bali pada periode Januari hingga 22 September 2005 yang mencapai 115 kasus bunuh diri, sedikit lebih rendah dari angka tahun sebelumnya (2004) yaitu tercatat 121. Dari rentang umur tercatat 82 pria (71%) dan perempuan 33 orang (29%). Sedangkan pelaku bunuh diri dari kelompok anak-anak usia 7 s/d 15 tahun tercatat ada 8 orang, usia lanjut juga 8 orang.
  2. Sedangkan untuk daerah Jakarta sepanjang 1995 s/d 2004 mencapai 5,8 orang per 100.000 penduduk. Kalau diasumsikan penduduk Jakarta adalah 7,72 juta jiwa (data tahun 2000 menurut sumber BPS DKI ) maka akan didapat angka sekitar 563 orang pertahun, Masih untuk kasus di Jakarta, mayoritas pelaku adalah kaum pria. Dari 1.119 korban bunuh diri, 41% di antaranya gantung diri, 23% dengan minum racun dan 256 sisanya overdosis.
  3. Sumber dari site Menkokesra ( www.menkokesra.co.id ) mencatat data lain sebagai berikut : "Berdasarkan data forensik FKUI/RSCM 1995-2004 terdapat 771 orang laki-laki bunuh diri dan 348 perempuan, jadi perbandingannya adalah sekitar 68% pria dan 32% wanita. Dari jumlah tersebut, 41% melakukan bunuh diri dengan cara gantung diri, dengan menggunakan insektisida 23% dan overdosis mencapai 356 orang . . . . . "

Bagaimana dengan daerah lain ? Nyaris tidak terdengar namun tentu saja bukan berarti tidak ada. Kalau seandainya berdasarkan data di atas yaitu 16.600 an kasus bunuh diri di Indonesia pertahun, kita kurangi dengan kasus yang ada di Bali dan Jakarta, serta dibagi 31 propinsi (minus Bali dan Jakarta), maka akan didapat angka sekitar 500 orang pertahun untuk setiap provinsi. Tentu bukan merupakan angka yang bisa dibilang kecil.

Bom Bunuh Diri

Kasus bunuh diri bisa jadi jumlahnya kecil di Indonesia, namun untuk kasus bunuh diri dengan menggunakan bahan peledak atau dengan kata lain juga berarti membunuh orang lain, kasusnya relatif tinggi di negara kita. Kasus ini sepertinya cukup menghawatirkan karena bunuh diri cara ini akan memakan korban orang lain yang nyaris tidak ada sangkut pautnya dengan si pelaku.

 

Penutup, Kesimpulan dan Opini

Masalah Mental

Bunuh diri seperti halnya dengan korupsi, adalah merupakan masalah sosial yang tidak sederhana dan bisa terjadi di negara mana saja tidak hanya sebatas di negara jepang saja tapi juga (tanpa kita sadari) juga terjadi di Indonesia. Disamping karena alasan mental, masalah lain seperti lingkungan, keluarga, kelompok, masyarakat dan juga budaya ikut mempengaruhi.

Seleksi Alam

Bunuh diri adalah ibarat seleksi alam. Ditengah persaingan hidup yang sangat ketat seperti di negara Jepang, seakan hanya memberikan 2 pilihan saja dalam hidup yaitu MENANG atau MATI. Tapi kehidupan terus berjalan maju dan seakan hanya menyisakan yang TERBAIK, sedangkan mereka yang "Lemah" dan menganggap diri tidak berguna terpaksa harus menyisihkan diri atau tahu diri.

Beruntunglah, kehidupan di negara kita tidaklah sekeras dan segila kehidupan di Jepang. Kondisi alam kita juga sangat bersahabat hangat sepanjang tahun sehingga sama sekali tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Tidak ada rasa cemas harus mati kedinginan di musim salju dan juga tidak ada yang namanya hantu pajak yang selalu menuntut harus dibayar. Jadi dengan kondisi seperti ini budaya aneh semacam ini tampaknya tidak akan mungkin menular ke negeri kita.

Agama sebagai salah satu solusi dan pemicu

Tentang agama, sepertinya sangat jalas yaitu merupakan salah satu solusi mengurangi kasus bunuh diri. Namun disisi lain harus diakui juga bahwa agama juga bisa memicu seseorang melakukan bunuh diri, contoh salah satunya adalah kasus bom bunuh diri seperti yang cukup sering terjadi di sejumlah tempat.

Bunuh diri dalam bentuk lain

Bunuh diri menurut saya memiliki arti yang cukup luas bahkan secara tidak sadar bisa jadi, kitapun saat ini sedang menuju proses melakukan bunuh diri. Contohnya, setiap tahun puluhan ribu orang tewas di Indonesia karena kecelakaan lalu lintas. Penyebabnya sudah diketahui pasti yaitu rendahnya kesadaran tata tertib berlalu lintas serta buruknya kondisi jalan. Walaupun akar masalah sudah diketahui namun tidak nyaris tidak ada perbaikan sehingga kejadian yang sama terus berulang setiap tahun. Secara tidak langsung hal ini sama saja dengan bunuh diri. Kasus lain adalah demam berdarah.

Sisi positif dari budaya bunuh diri

Pendapat saya yang terakhir ini rada ngawur, "Gimana sih, bunuh diri koq dianggap positif ?" Sedikit catatan, positif yang dimaksud tentu saja bagi masyarakat atau budaya Jepang bukan budaya Indonesia. Bagi budaya Indonesia jelas tidak ada untungnya terlebih lagi untuk kalangan pejabat dan koruptor. Lho, apa hubungannya ? Tentu saja ada. Contohnya seperti terbongkarnya kasus korupsi di kalangan pejabat publik, tidak harus ditebus sampai harus bunuh segala diri atau bahkan tidak ada ritual potong jari ala yakuza sekalipun. (Ada ada saja, cuma salah prosedur koq dituntut harus bunuh diri). Semua masalah cukup dihadapi dengan cengar cengir saja, toh nanti seiring dengan waktu, kasusnya akan hilang dengan sendirinya.


Ditulis oleh : nyoman ardika
Nagoya, January 2006

Edit terakhir : 23 Agustus 2009

REFFERENSI :

Kasus di Jepang :
http://en.wikipedia.org/wiki/Seppuku
http://en.wikipedia.org/wiki/Suicide_in_Japan
saniroy.wordpress.com/2006/10/18/sedikit-mengupas-ijime/
http://ja.wikipedia.org/wiki/%E5%88%87%E8%85%B9

Kasus di Indonesia :
http://www.mediaindo.co.id/berita.asp?id=145441
http://www.menkokesra.go.id/content/view/5479/
http://www.thejakartapost.com/news/2007/10/09/some-1500-people-commit-suicide-daily-who.html
http://www.who.int/mental_health/prevention/suicide_rates/en/
Catatan : Sebagian angka dan data lain didapat dari berbagai media seperti Japan Times, BBC dll.

 


FORUM


top page


Ilustrasi
Sumber image : keranjangkecil

|| About Me || Aturan Copy Artikel dan Photo || Contac Me ||