Edisi Revisi : September 2010

Chikan dan Pelecehan Seksual

Membicarakan tentang pelecehan seksual di Jepang umumnya akan selalu menuju ke topik tentang Chikan. Wajar saja karena dari berbagai kasus pelecehan seksual, sekuhara (bahasa Jepang) atau sex harassment (bhs Inggris) yang ada di negara tersebut, Chikan adalah yang paling umum ditemukan. Sedangkan kasus lain yang juga populer namun dengan jumlah kasus yang relatif lebih sedikit adalah mengintip (maaf) celana dalam wanita dengan kamera kecil tersembunyi.

Apa itu chikan ?

Chikan atau groper dalam bahasa Inggris, terjemahan bebasnya adalah orang yang meraba atau menggrayangi tubuh wanita (yang tidak dikenal tentu saja) tanpa ijin. Tindakan tidak senonoh ini umumnya dilakukan di dalam kereta api dengan memanfaatklan kepadatan kereta pada saat Rush Hour yaitu jam sibuk di pagi dan sore (malam) hari ketika pegawai atau para pekerja berangkat dan pulang kerja.


Kesempatan Dalam Kesempitan

Biasanya, chikan hanya umum terjadi di dalam kereta api saja. Seperti diketahui, kereta api merupakan angkutan publik yang paling populer di negara tersebut. Tiap hari puluhan juta orang memanfaatkan angkutan masal ini untuk beraktivitas. Sedikit catatan, sistem transportasi di negara tersebut sangat bagus dan teratur serta dengan jam kedatangan dan keberangkatan kereta yang sangat tepat waktu, tidak ubauhnya dengan jadwal kedatangan dan keberangkatan pesawat udara. Hal ini menyebabkan banyak orang menggantungkan harapan sepenuhnya pada angkutan masal ini untuk mengantar ke tempat aktivitas.

Dalam situasi normal, jumlah angkutan kereta yang ada bisa dikatakan sangat cukup untuk mengangkut semua penumpang yang ada namun pada jam jam rash hour jumlah gerbong kereta yang ada terasa kurang. Pada jalur padat atau jalur utama jadwal kedatangan kereta umumnya adalah tiap 5 menit, namun khusus pada waktu rush hour jadwal kedatangan kereta menjadi jauh lebih padat yaitu setiap 3 menit. Stasiun utama di pusat kota umumnya melayani sekitar setengah juta penumpang (500.000 orang) sedangkan untuk jalur yang lebih padat bisa mencapai 900 ribu orang untuk pagi hari saja. Jadi bisa dibayangkan betapa padatnya jalur kereta api di negara tersebut.

Saat membeli tiket kereta, serta antree menunggu kereta datang, suasana walaupun sangat padat namun masih terkendali. Demikian juga saat memasuki kereta, kondisi masih tetap tertib khas negara Jepang yaitu penumpang yang keluar didahulukan, setelah itu baru penumpang yang naik, menyusul kemudian. Nah pada saat sudah berada di dalam gerbong inilah kondisi "RUSUH" mulai terjadi. Semua orang berhimpitan dan saling dorong. Pintu kereta menjadi susah untuk ditutup karena saking penuhnya. Parahnya lagi, kebanyakan orang enggan berada di gerbong bagian tengah dan semua ingin berada dekat pintu. Kenapa ? Karena kalau sudah terjepit di gerbong tengah nanti perlu perjuangan extra keras saat harus keluar di stasiun berikutnya.

Tempat duduk ? sebaiknya lupakan saja. Jangankan duduk, untuk sekedar berdiri pun susahnya minta ampun. Tempat pegangan tangan juga umumnya penuh terpakai sehingga tangan terpaksa dibiarkan menggantung lemas tanpa pegangan. Jadi untuk menjaga keseimbangan tubuh ketika kereta berguncang atau membelok, sepenuhnya mengandalkan himpitan orang disekitarnya. Keadaan semakin sulit karena kita hampir tidak bisa merenggakan kaki untuk membuat kuda kuda. Nah pada saat berdesakan dan berhimpitan dalam kereta seperti inilah kejahatan chikan ini terjadi.


Kasus pertahun

Data yang ada menyebutkan sekitar 2000 an kasus pertahun. Salah satu survey yang dilakukan di dua sisiwa wanita di sekolah menengah di Tokyo menyebutkan 70 % mengatakan pernah mendapatkan perlakuan tidak senonoh. Sedangkan menurut survey yang dilakukan pada karyawan wanita di sejumlah perusahaan mengatakan 17% pernah mengalaminya. Survery dilakukan oleh sebuah koran nasional dengan mengambil sampel responden secara acak.

Kemudian salah satu jalur kereta di Nogoya, yaitu Higashiyama Line yang merupakan jalur yang saya pakai sehari hari melaporkan untuk tahun 2003 ada sekitar 20 kasus (pengaduan) pertahun. Sedangkan dari artikel yang saya ambil dari BBC tanggal 15 December 2009 dikatakan ada sekitar 2,000 keluhan yang masuk ke kantor polisi di Tokyo. Masih dari sumber yang sama, menyebutkan: "laporan yang masuk ke Kementrian Tenaga Kerja Jepang, untuk tahun 1999 tercatat 9500 kasus pengaduan karena pelecehan seksual".


Ada juga pelaku orang Indonesia !

Kebanyakan pelaku adalah (tentu saja) pria dengan batasan umur di atas 40 tahun. Pelaku remaja atau golongan umur muda sangat jarang ditemukan. Pekerjaan atau profesinya sangat beragam tidak terbatas hanya golongan karyawan biasa saja namun tidak jarang mereka yang sudah memegang jabatan penting di salah satu perusahaan tertentu. Yang cukup membuat saya kaget, baru baru ini pernah ada laporan, salah satu pelakunya adalah orang Indonesia !


Korban tidak selalu wanita

Homo ? Ah, tentu saja bukan ! Maksudnya adalah kasus salah tangkap atau dituduh melakukan sesuatu (chikan) yang sama sekali tidak dilakukan. Korbannya ya tentu saja pihak pria. Maklum, dalam kondisi terhimpit dan berdesakan kadang sangat sulit untuk mengindentifikasikan pelakunya. Salah tangkap kadang tidak bisa dihindari dan untuk memastikannya memerlukan pembuktian dan juga sidang di pengadilan yang berlarut larut dan menguras energi kedua belah pihak. Kasusnya akan menjadi lebih mudah kalau ada saksi mata yang melihatnya namun justru bagian inilah yang paling susah.

Di dalam kereta api, umumnya semua orang sibuk dengan 4 aktivitas utama yaitu tertidur pulas, bengong merenungi nasib, sibuk memainkan Hp atau sibuk membaca buku saku. Jadi nyaris tidak ada tenaga "nganggur" yang bisa dijadikan sebagai saksi.

Jadi Chikan adalah kasus sulit dan tidak mudah untuk diatasi. Cukup banyak korban (pihak wanita) yang malah membiarkan atau tidak melaporkannya pada petugas keamanan kecuali untuk kasus tertentu seperti kasus chikan yang dilakukan secara berulang ulang pada gadis atau wanita yang sama, dilakukan di jalur atau jurusan kereta yang sama sehingga kemungkinan besar pelakunya dipastikan adalah dari orang yang sama. Setelah mempelajari kasus dengan menempatakan menempatkan sejumlah petugas untuk mencatat mencatat setiap penumpang yang berada didekat wanita tersebut dan pelakunya umumnya akan tertangkap. Dengan merekamnya dalam sebuah kamera kecil tersembunyi sebagai bukti maka kasusnya akan tersebar luas dan di televisi sedangkan pelaku tentu saja dijamin akan kehilangan pekerjaannya. Namun walaupun hukuman untuk pelaku chikan sangat berat di negara tersebut, tiap tahun selalu saja ada orang yang nekat melakukannya.


Penutup dan Opini

Dari tulisan saya, sebagian pembaca khusunya yang belum pernah berkunjung ke negara tersebut, berpikiran bahwa Jepang sangat tidak aman, penuh pelecehan seksual dan menggunakan angkutan kereta api adalah hal yang menakutkan.

Pendapat yang tentu saja sangat berlebihan. Selama ini banyak orang yang tertipu saat membaca kata "banyak, umum terjadi, banyak kasus" dan penggambaran lainnya. Sebetulnya istilah yang dipakai tersebut adalah menurut standar yang berlaku di negara tersebut. Seperti halnya kasus kecelakaan kerja, 4 kasus pertahun dengan korban meninggal dunia mungkin sudah dianggap sangat banyak di negara tersebut.

Secara umum budaya Jepang sangat terkenal dengan budaya sopan santunnya serta menyentuh orang lain yang tidak dikenal dan tanpa ijin adalah sangat tidak biasa dilakukan. Hal ini tampak dari budaya memberi salam mereka yang hanya dengan membungkuk bukan bersalaman atau bersentuhan. Jangankan menyentuh atau meraba orang yang tidak dikenal, duduk bergerombol di pinggir jalan menganggu gadis lewat, sudah dikatagorikan kejahatan di negara tersebut.

Demikian juga dengan pandangan mata nakal dan jelalatan, memandang wanita secara frontal dengan mata membesar dan lidah terjulur, juga termasuk katagori pelecehan. Jadi pihak pria dituntut lebih pintar menempatkan pandangan matanya. Tidak mudah tentu saja karena wanita seksi dan rok mini adalah pemandangan umum di negara tersebut. Hal inilah yang mungkin menyebabkan beberapa orang yang sudah tidak tahan, melampiaskannya dengan melakukan tindakan Chikan.

Jadi menurut saya pribadi, Chikan walaupun merupakan kasus umum namun bukanlah suatu hal yang perlu dikhawatirkan di negara tersebut. Alasannya pertama karena kasus ini (sekali lagi) hanya terjadi pada tempat atau situasi tertentu saja. Dengan menggunakan gerbong khusus wanita maka kasus chikan dipastikan tidak akan terjadi atau cara lain yang tidak kalah mudahnya adalah hindari Rush Hour !

Sedangkan untuk menghindari kasus yang tidak diinginkan seperti salah tangkap, menjadi tertuduh terhadap tindakan yang tidak dilakukan, bisa dilakukan dengan selalu berusaha menempatkan posisi tangan di tempat yang lebih tinggi dan mudah terlihat. Satu tangan digunakan untuk menenteng tas kerja dan satu tangan lagi untuk membaca buku atau berpegangan pada tempat yang disediakan adalah tindakan paling aman yang umum dilakukan oleh banyak orang Jepang.

Demikian sekilas tulisan tentang chikan. Semoga bermanfaat.

 

Ditulis oleh : nyoman ardika
Osaka, 10 March 2008
Revisi terakhir : 14 September 2010

REFFERENSI :
http://www.moreintelligentlife.com/story/rush-hour-tokyo
http://www.japanfortheuninvited.com/articles/train-groping.html

 

 


top page

Ilustrasi
Sumber image : keranjangkecil

|| About Me || Aturan Copy Artikel dan Photo || Contac Me ||