Berikut saya kutip isi artikel di atas lebih lengkap
: ["
Kemudian, pada tahun 1890 (seribu depalan ratus sembilan
puluh), terjadi sebuah peristiwa yang mempertemukan
Jepang dan Islam. Peristiwa ini dikenal sebagai Peristiwa
Kapal Ertogrul. Sebuah kapal Turki karam di perairan
Jepang. Dari 600 (enam ratus) penumpang, hanya 69 (enam
puluh sembilan) yang selamat. Pemerintah maupun rakyat
Jepang bersama-sama berusaha menolong para penumpang
yang selamat dan mengadakan upacara penghormatan bagi
arwah penumpang yang meninggal dunia. Mereka yang selamat,
akhirnya dapat kembali ke negara mereka berkat sumbangan
yang berhasil dikumpulkan dari seluruh rakyat Jepang.
Peristiwa ini menjadi pencetus dikirimnya utusan pemerintah
Turki ke Jepang pada tahun 1891 (seribu delapan ratus
sembilan puluh satu). Hubungan yang sangat baik dengan
Turki ini, juga membawa kemenangan bagi Jepang dalam
peperangan dengan Rusia yang dimulai pada tahun 1904
(seribu sembilan ratus empat). Dikatakan, pada saat
armada kapal kekaisaran Rusia melintasi laut Baltik,
Turki memberitahukan hal tersebut kepada Jepang, dan
karena itu, Jepang meraih kemenangannya. Setelah peristiwa
tersebut, yaitu sekitar tahun 1900-an, untuk pertama
kalinya warga muslim Jepang pergi ke Mekkah untuk menunaikan
ibadah Haji. Sejak saat itu, Islam mulai dikenal secara
luas.."]
Hubungan baik antara Turki dan Jepang ini tampaknya
berlanjut hingga sekarang dan orang Turki merupkan salah
satu dari ethis asing yang cukup dijumpai di negara
tersebut. Kemudian tahun 1955, beberapa ulama
dari Pakistan datang ke Jepang dan berdakwah di sejumlah
kota besar, membuat agama Islam mulai dikenal lebih
luas di Jepang.
Mesjid di Jepang
Di negara jepang saat ini terdapat ratusan buah mesjid
dengan jumlah terbanyak terletak di daerah Tokyo. Mesjid
tertua di Jepang adalah mesjid Kobe yang didirikan tahun
1928 oleh pedagang dari India, sedangkan mesjid tertua
di Tokyo adalah Masjid Jamii yang dibangun tahun 1938
didirikan oleh orang Turki dengan mendapat sokongan
penuh pemerintahnya. (sumber :
wikipedia). Mesjid terbaru sekarang adalah Mesjid
Gifu, propinsi Aichi, yang terkenal dengan industri
otomotifnya. "Proyek pembangunan masjid ini menelan
biaya sebesar 129 juta yen atau setara 1,1 juta dolar
AS" (sumber : berita antara).
Dari segi bentuk fisik, mesjid yang ada di Jepang hampir
tidak ada perbedaannya dengan mesjid umumnya yang ada
di tanah air, besar, megah dan indah serta tidak ketinggalan
bangunan menara dan kubah besarnya. Namun perlu dicatat
bahwa mesjid dengan katagori seperti di atas jumlahnya
tidaklah banyak karena sebagian besar lainnya hanyalah
berupa bangunan sederhana berupa rumah, apartement atau
ruangan kosong yang disewa secara patungan oleh beberapa
orang.
Karena membuat keributan dan kebisingan adalah dilarang
di negara tersebut (berlaku juga untuk agama lain) maka
praktis suara azan hanya terdengar di dalam ruangan
mesjid saja. Hal ini mungkin akan menjadi salah satu
perbedaan paling utama kalau dibandingkan dengan kondisi
mesjid di Indonesia.
Jumlah penganut Islam di Jepang
Ini merupakan bagian yang paling sulit untuk dijawab
karena tidak ada catatan atau penghitungan resmi tentang
hal ini. Tidak seperti di negara kita dimana agama adalah
merupakan identitas wajib yang harus dimiliki oleh setiap
orang, kondisi di Jepang adalah sebaliknya. Agama adalah
urusan pribadi yang sama sekali tidak diatur oleh pemerintah.
Sensus, angket atau pertanyaan tentang agama yang dilakukan
oleh badan resmi negara dipastikan tidak akan pernah
ada. Jadi jawaban pasti dari jumlah penduduk muslim
di Jepang tidak akan pernah bisa didapatkan. Namun menurut
perkiraan atau klaim yang dibuat oleh Islamic Center
di negara tersebut menyebutkan angka sebesar 70.000
s/d 200.000 orang. Jumlah yang lumayan besar
bukan ?
Muslim Jepang Asli
Dari 200.000 orang penduduk muslim di Jepang, apakah
seluruhnya merupakan orang (asli) Jepang atau penduduk
pendatang ? Pertanyaan yang sepertinya sangat menarik
dan paling ditunggu tunggu. Namun sekali lagi pembaca
tidak akan pernah mendapat jawaban yang pasti. Berikut
catatannya lebih lengkap :
Dari sejumlah sumber yang saya kutip di atas, sepertinya
sudah cukup jelas bahwa sangat sulit untuk memberikan
angka yang jelas karena setiap sumber memberikan jumlah
angka yang bervariasi. Islamic Center di Jepang sepertinya
memberikan penjelasan yang paling tepat : "Jawabanya
sangat tergantung dari pihak mana yang Anda tanya ".
Wilayah dengan penduduk
muslim terbanyak
Kota apakah di Jepang yang memiliki jumlah muslim terbanyak
? Jawabannya adalah tidak ada. Demikian juga dengan
pertanyaan seperti desa atau perkampungan muslim, bisa
dikatakan tidak atau belum ada di negara tersebut. Mesjid
yang berdiri di sejumlah tempat, kota ataupun desa sama
sekali tidak bisa dijadikan indikasi bahwa disekitar
areal tersebut adalah konsentrasi penduduk muslim. Tentu
saja karena pendirian tempat ibadah di negara tersebut
relatif mudah dalam arti tidak harus didirikan di tengah
warga dengan agama yang sama.
Muslim terbayak di Jepang adalah warga
Indonesia !
Kebanyakan dari umat muslim yang ada di Jepang adalah
para pendatang dengan profesi yang beragam namun umumnya
adalah pelajar, pekerja bisnis, tenaga kerja magang,
serta staff kedutaan beserta keluarga. Mereka tinggal
dan tersebar di banyak tempat namun umumnya terkonstrasi
di kota besar seperti Tokyo, Nagoya, Osaka, Hirosima,
Kobe serta wilayah lainya yamg memiliki komplek industri
seperti Hamamatsu atau komplek peternakan seperti Hokkaido.
Cukup menarik untuk diketahui bahwa komposisi terbesar
dari penduduk muslim di Jepang ternyata adalah warga
Indonesia yaitu sekitar 20.000 an (sumber lihat di atas).
Angka ini sepertinya masuk akal karena setelah saya
bandingkan dengan catatan dari kedutaan besar Jepang
di Jakarta menyebutkan bahwa jumlah warga negara Indonesia
yang tinggal di Jepang : 23.890 per Desember 2004.
Tokoh, Mualaf dan Organisasi Islam
di Jepang
Siapakah orang Jepang pertama yang memeluk Islam ?
Sejumlah nama yang bisa dicatat adalah : Torajiro Yamada
(tanpa catatan tahun), Mitsutaro Takaoka tahun 1909
kemudian Bunpachiro Ariga (1946), Hilal Yamada Torajiro
(1957), Nurullah Tanaka Ippei (1934) dan masih banyak
lagi (sumber : tidak dicatat). Orang Jepang muslim yang
naik haji pertama kali adalah Haji Kataro Yamaoka. (sumber
: Berita Antara).
Sedikit catatan, mengambil sample para mualaf periode
awal, kebanyakan adalah perorangan sehingga hampir tidak
seorangpun yang melahirkan keturunan. Mungkin hal inilah
yang menyebabkan perkembangan agama ini di kalangan
penduduk asli relatif sangat lambat.
Sedangkan organisasi muslim pertama adalah Japan Muslim
Association berdiri di tahun 1953 bawah pimpinan Sadiq
Imaizumi dengan jumlah anggota sebanyak 65 orang.
Adakah artis atau orang Jepang terkenal yang beragama
Islam ? Pertanyaan yang cukup sering saya dapatkan dari
pembaca. Pertanyaan tidak mudah tentu saja. Hal ini
disebabkan karena sifat sangat tertutup dari orang Jepang
tentang data personal terlebih lagi dalam urusan agama.
Kalau tidak si-artis sendiri yang ngaku, maka kita nyaris
tidak akan tahu agama yang dianut oleh seseorang. Namun
jawaban sepertinya saat ini belum ada artis Jepang yang
beragama Islam. Saya yakin kalau seandinya ada artis
atau tokoh Jepang beragama Islam maka tentunya sudah
menjadi berita heboh dan marak di dunia maya Indonesia.
Masa keemasan Islam di Jepang
Setelah perang dunia kedua, perkembangan Islam di Jepang
mulai mencapai masa keemasan karena diberitakan saat
itu banyak tentara yang bertugas di negara lain yang
memeluk Islam dan kemudian mendirikan organisasi agama
serta menyebarkannya agama barunya itu ke masyarakat
luas. Kemudian pada setelah terjadinya krisis minyak
tahun 1973, karena perhatian Jepang mulai beralih ke
negara negara penghasil minyak yang sebagian besar adalah
negara arab..
Kemudian ada juga sumber lain yang menambahkan keterangan
sedikit berbeda yaitu perkembangan Islam di Jepang juga
menunjukkan kenaikan setelah peristiwa 11
September 2001, serta setelah perang teluk. yang
berakhir dengan dikuasainya Irak oleh pasukan Amerika.
Pendapat menarik lanya mengatakan bahwa saat inilah
perkembangan Islam mencapai puncaknya karena tiap hari
mesjid dilaporkan tidak pernah sepi dari kunjungan orang
Jepang yaitu sekitar 50 orang perhari yang ingin berpindah
memeluk agama Islam. (Sumber lengkap
tidak dicatat)
Masa suram Islam di Jepang
Perkembangan Islam di Jepang juga pernah menjadi sorotan
karena beberapa kasus seperti pembunuhan Hitoshi Igarashi
tanggal 11July 1991 yang sangat menghebohkan.
Beliau adalah seorang dosen bidang Study Islam yang
menerjemahkan buku Ayat Ayat Setan, ditemukan meninggal
berlumuran darah di dekat ruang kerjanya yaitu di Universitas
Tsukuba Ibaraki. Kasus ini mendapat sorotan yang luas
dan melibatkan investigasi besar besaran namun pelakunya
masih tetap misteri sampai akhirnya kasusnya ditutup
pada tanggal 11July 2006. Menurut undang undang di Jepang
kasus kriminal dianggap selesai dan kasusnya akan ditutup
setelah melewati waktu 15 tahun. Kasusnya bisa dibaca
disini
Kasus lainnya yang juga menjadi sorotan adalah terbunuhnya
Kazuya
Ito, seorang tenaga sukarelawan proyek irigasi di
Afganistan tahun 2008. Pembunuhnya yang mengatasnamakan
kelompok Islam tersebut menculik tenaga sosial tersebut
sehabis bekerja. Namun sebetulnya jauh sebelum itu kecurigaan
orang Jepang terhadap kegiatan agama sudah cukup besar
seperti perang dan kekerasan atas nama agama di sejumlah
negara Arab, Philipina ataupun Indonesia serta kasus
yang sangat terkenal penghancuran situs bersejarah di
lembah Bamyan, membuat perkembangan agama Islam di negara
tersebut sangat tidak menguntungkan.
Kemudian kasus lainya yang paling terkenal adalah adalah
peristiwa serangan 11 September
2001 yang menyebabkan 24 orang Jepang tewas.
Kasus ini cukup unik sekaligus juga membingungkan khususnya
dalam hubungannya dengan Islam di Jepang. Beberapa site
menyebutkan setelah peristiwa 11 September 2001, memicu
banyak orang Jepang yang memeluk Islam, namun sebagaian
kecil lagi memberikan agrumen yang sebaliknya, jadi
agar tidak menimbulkan perdebatan rasanya cukup adil
kalau saya tulis keduanya. Di sub ini saya memakai sumber
dari koran online The
Japan Times .
Sedikit catatan, salah seorang pelaku 11 Septermber
pernah bermukim di negara tersebut. Beberapa laporan
inteligen beberapa kali melaporkan bahwa Jepang merupakan
salah satu target serangan mereka dan bulan Mey 2004,
4 orang yang anggota atau simpatisan Al Qaida telah
tertangkap di negara tersebut (Sumber
CNN). Jadi bisa dibayangkan sejak kejadian tersebut,
aktivitas keagamaan menjadi semakin diawasi.
Sebenarnya jauh sebelum itu yaitu sejak kasus serangan
gas sarin oleh kelompok agama Aum Shinrikyo bulan March
1995, masyarakat Jepang sudah cukup alergi dengan kegiatan
atau kelompok yang berbau agama jadi setelah beberapa
kasus lain yang muncul kemudian seakan menambah panjang
daftar kecurigaan tersebut. Walaupun kasus terakhir
dan juga kasus lainya sama sekali tidak berkaitan dengan
Islam namun bagi mereka (sepertinya) adalah sama saja.
Jadi untuk mengubah stereotip miring semacam ini tentu
saja tidaklah mudah.
Toleransi dan kemudahan beragama
di Jepang
Salah satu sebab agama Islam bisa berkembang pesat
di Jepang adalah karena bagusnya iklim tolerensi yang
ada di masyarakat di negara ini dan jaminan dari pemerintah
sendiri tentang kebebasan beragama. Kebebasan yang dimaksud
adalah dalam arti luas termasuk juga bebas untuk tidak
memeluk agama apapun. Orang Jepang secara umum bisa
dikatakan tidak mengenal agama, jadi tentu saja tidak
akan ada fanatisme agama dalam diri mereka. Agama hanyalah
sekedar aktivitas budaya yang tidak akan tercatat pada
dokument identitas apapun.
Salah satu contoh menarik tentang toleransi adalah
kasus seorang muslim dari Malaysia, Nik Yusof, yang
meninggal saat tragedi bom Hiroshima 6 Augustus 1945,
makamnya justru dibuat dan dipelihara oleh pengurus
kuil Buddha. (sumber : surat kabar online, The Star,
Malaysia). Kemudian contoh yang lebih umum, kuburan
muslim di Yamanashi Tokyo berhasil dibangun berkat jasa
dari Umat Buddha sekte Sotoshu.
Makam seluas 4.800 meter persegi yang saat ini berisi
sekitar 120 makam terletak di areal makam milik Kuil
Monjuin, Koshu. (Sumber : The Yamiuri Shinbun).
Kemudian hampir semua tempat ibadah atau mesjid yang
berdiri sekarang adalah terletak di tengah komunitas
penduduk asli yang notebene bukan pemeluk muslim. Jadi
hal ini mungkin merupakan salah satu contoh yang paling
mudah. Jadi kalau seandainya aturan pendirian tempat
ibadah diperketat atau setidaknya seperti aturan di
Indonesia, mungkin mesjid tidak akan pernah ada di negara
tersebut.
Menurut pendapat saya pribadi, orang Jepang rata rata
sangat toleran terhadap adat dan kepercayaan negara
lain dan disamping itu mereka juga selalu ingin tahu
tentang hal baru. Program siaran di televisi tentang
budaya negara lain bisa kita temukan dengan mudah seperti
kehidupan dunia arab ataupun kehidupan di Indonesia.
Walaupun sulit dimengerti karena sangat berbeda dengan
pola pikir mereka setidaknya mereka mencoba untuk memahaminya.
Sekali lagi hanya pendapat pribadi.
Berikut saya kutipkan beberapa pendapat yang ditulis
oleh rekan lain :
(dikutip dari : Republika
: Islam berkembang pesat di Jepang )
"Kebebasan beragama yang telah
dinikmati oleh masyarakat Jepang selama ini, punya andil
yang cukup besar bagi diterimanya Islam di Jepang. Masyarakat
Jepang dengan bebas dapat memeluk Islam sebagai agama.
Lebih dari, kondisi masyarkat Jepang yang cukup toleran
dan lebih mengutamakan akal dan logika lebih memudahkan
mereka menerima kebenarna Islam yang ajarannya memang
tidak bertentangan dengan akal sehat. Karena berpikir
logis itu pula yang menjadikan masyarakat Jepang tidak
terpengaruh dengan isu terorisme Islam yang sengaja
dihembuskan oleh pihak-pihak tertentu."
(dikutip dari : http://islamlib.com/id/artikel/berbahasa-arab-di-jepang/
)
"Saya sempat berkunjung ke
sebuah perpustakaan swasta, Toyo Bunko atau Oriental
Library, yang didirikan dan dibiayai oleh keluarga perusahaan
besar, Mitsubishi. Perpustakaan ini mempunyai koleksi
ratusan ribu buku tentang kebudayaan timur dalam pelbagai
bahasa. Saya diajak keliling oleh Direktur Riset, Prof.
Tsugitaka Sato, ke seluruh ruangan perpustakaan, melihat
koleksi ratusan ribu buku dan manuskrip tua yang menakjubkan.
Prof. Sato menghadiahkan sebuah buku yang baru ditulisnya,
tentang sosok seorang wali besar dari Asia Tengah, yaitu
Ibrahim b. Adham. Sayang sekali, saya tidak paham bahasa
Jepang sehingga tak bisa menikmatinya. Bagi anak-anak
pesantren, sudah tentu tokoh Ibrahim b. Adham ini sangat
dikenal. Saya benar-benar kaget, ternyata tradisi kajian
Islam di Jepang cukup berkembang dengan baik dan kukuh.
Inilah yang menjelaskan kenapa muncul beberapa sarjana
Islam Jepang dalam tingkatan yang sejajar dengan para
sarjana Islam di Barat, seperti Pro. Toshihiko Izutsu
atau Sachiko Murata, pengarang buku The Tao of Islam
yang terkenal itu"
Catatan :
Di beberapa tempat saya pernah mendengar adanya perlakuan
tidak menyenangkan dari sejumlah petugas polisi ataupun
intelijen terhadap sejumlah organisasi ataupun pengikut
agama Islam. Hal ini adalah benar. Sebetulnya bukan
hanya terbatas pada penganut Islam saja, semua organisasi
berbau agama umumnya selalu mendapat perhatian dari
pihak keamanan. Hal ini disebabkan karena mereka memiliki
pengalaman buruk tentang organisasi agama terlebih lagi
organisasi agama yang didirikan oleh orang asing. Jadi
untuk kasus ini sepertinya lebih condong ke arah keamanan.
Kendala Umat Islam di Jepang Saat
Ini
Banyak kalangan berpendapat bahwa kesulitan terbesar
umat Islam di Jepang adalah kurangnya tempat ibadah.
Kebanyakan mesjid yang ada sangat jauh dari tempat tinggal
atau tempat mereka bekerja.
Sedangkan kendala lain seperti makanan halal misalnya
sama sekali tidak dianggap masalah serius karena makanan
jenis ini relatif mudah ditemukan khususnya lewat toko
online. (Sumber artikel : tidak dicatat). Sedangkan
khusus untuk kasus diskriminatif yang dialami oleh penduduk
asli yang beralih menjadi muslim (sepertinya) hampir
tidak ada. Sekali lagi agama adalah masalah personal
bagi orang Jepang dan negara ataupun masyarakat sama
sekali tidak akan ikut campur di dalamnya.
Penutup,
Kesimpulan dan Opini
Mengapa Islam Sulit berkembang
di Jepang ?
Dari sejumlah data yang telah saya kutip di atas, menunjukkan
geliat perkembangan Islam di negeri sakura yang sangat
luar biasa. Kajian study Islam di universitas, berbagai
buku bertema Islam, gencaranya dakwah dan pengajian
serta yang terakhir maraknya pendirian mesjid baru yang
nyaris seperti cendawan di musim hujan adalah fenomenya
yang sangat menarik.
Namun fenomena luar biasa tersebut seakan kehilangan
makna karena dari kebanyakan aktivitas tersebut yang
ada, nyaris sebagian besar dilakukan dan diperuntukkan
bagi para muslim pendatang. Mungkinkah karena orang
Jepang sangat sulit diajak berbaur atau mungkin juga
karena jumlah penduduk asli muslim yang sangat sedikit
yaitu sekitar seribuan orang saja ? (Abu Bakr Morimoto,
Wikipedia,
Islam di Jepang). Kenapa dan apa penyebabnya, tentu
sangat menarik untuk dipertanyakan.
Sejumlah pakar (sumber tidak dicatat) mengatakan kurangnya
imam dan penceramah agama yang berkualitas dan mampu
mengusasi bahasa Jepang sehingga penyebaran agama Islam
di Jepang oleh banyak orang dikatakan seperti "jalan
ditempat". (Kalau pernyataan ini benar maka bagi
mereka yang berminat menjadi atau berprofesi sebagai
seorang penyebar agama Islam di negara lain, mungkin
Jepang adalah tempat yang cukup bagus untuk di pertimbangkan)
Sedangkan sumber lain mengatakan bahwa masalah terbesar
disebabkan karena kharakter orang Jepang sendiri yang
memang kurang tertarik dengan urusan agama. Agama adalah
menakutkan bagi banyak orang atau bahkan sebagian lagi
ada yang mengataka bahwa agama
hanya cocok untuk orang yang sakit jiwa
(Selengkapnya baca : Jepang, negara
tanpa agama). Bukan hanya sebatas Islam saja, agama
apapun sepertinya akan sulit berkembang di negara tersebut.
Agama Buddha adalah sedikit perkecualian karena memiliki
sejumlah alasan. (Baca tulisan lainnya: Perkembangan
agama Buddha, Shinto
dan Kristen di Jepang)
Orang Jepang umumnya akan sangat antusias kalau diajak
belajar tentang teknologi atau pengetahuan baru, namun
akan berubah dingin dan acuh kalau diajak belajar agama.
Bukan mendebat atau menolaknya tapi tidak menanggapi
(acuh).
Seorang tokoh Islam asli Jepang, Prof. Hassan Ko Nakata
sendiri mengatakan dengan terus terang kesulitan menyebarkan
Islam di negara tersebut yang diistilahkannya dengan
ungkapan "Seperti mendakwahi batu", nyaris
tidak bergeming.
Kendala Pemakaman
Menurut pendapat saya, pada setiap topik yang membahas
tentang perkembahang Islam di Jepang, sepertinya ada
satu hal yang hampir selalu luput dari perhatian banyak
orang. Topik yang terlihat sepele namun sangat vital
yaitu masalah pemakaman. Perlu di catat bahwa penguburan
mayat di Jepang adalah dilarang menurut undang undang.
(Baca tulisan lain:Pemakaman
Kremasi di Jepang dan Alasannya)
Namun khusus untuk golongan kepercayaan tertentu,
seperti golongan Yahudi dan muslim, atau alasan lain,
penguburan konvensional masih tetap diijinkan. Saat
ini kuburan muslim bisa ditemukan di tiga tempat dan
dengan ukuran sangat sempit yaitu hanya bisa menampung
100an atau 1000an makam saja. Jadi kalau berita "Perkembangan
Islam di Jepang yang sangat pesat" adalah benar
maka diperkiraan dalam beberapa tahun saja kuburan tersebut
akan segara penuh.
Solusinya tentu saja harus membuat makam baru, namun
kendala klasik kembali muncul yaitu dana yang besar.
Harga tanah di negara tersebut sama sekali tidak bisa
disebut murah. Muslim di Hokkaido misalnya, wilayah
paling utara wilayah Jepang relatif sepi dan berpenduduk
jarang, paling sedikit harus membayar ongkos pemakaman
sebesar 6 juta yen atau sekitar 600 juta rupiah (Sumber:
http://www.hisociety.jp/Graveyard.php). Jadi kalau untuk
daerah Hokkaido yang "sepi dan nyaris tidak berpenghuni"
saja sudah sangat mahal, maka untuk daerah super padat
seperti Tokyo atau kota lainnya tentu saja harganya
beberapa kali lipat lebih mahal.
Bagian ini sepertinya nyaris luput dari perhatian
banyak orang. Saya hanya bisa menduga duga, penyebabnya
adalah karena sebagian besar dari umat muslim di negara
tersebut adalah pendatang jadi kematian adalah kasus
langka. Kebutuhan vital bagi pendatang adalah mesjid
atau tempat ibadah bukan kuburan. Jadi solusi murah
yang selama ini dilakukan adalah mengirim jasad ke negara
asalnya dengan biaya sekitar 1 juta yen atau sekitar
100 juta rupiah. jadi nyaris 1/6 lebih murah dibandingkan
dikubur di Jepang.
Jadi jumlah atau luasanya tempat makam sepertinya bisa
dijadikan sebagai indikasi mudah dan sederhana untuk
menghitung jumlah penduduk muslim (asli) di negara tersebut.
Demikian sekilas tentang perkembangan agama Islam
di Jepang. Semoga bermanfaat.
Ditulis oleh : nyoman ardika
Osaka, December 2006
Direvisi kembali tanggal : 15 Agustus 2009, 22 Agustus
2009