™Â
Agama Buddha di Jepang,
Kepercayaan, budaya atau tempat wisata
?
Pengantar
Suatu hari saya pernah mengucapkan "Selamat Hari Raya
Waicak" kepada salah seorang teman dari Jepang yang
kebetulan mengaku beragama Buddha. "Waicak ? Apa itu
?" tanyanya seperti orang kebingungan. Tentu saja,
saya sebagai penanya, juga tidak kalah bingungnya. "Masak
orang Buddha tapi tidak tahu Waisak ?" Ketika saya
mencoba memahami lebih jauh tentang ajaran Buddha di Jepang,
ternyata baru bisa memahami dan menemukan penjelasan yang
cukup menarik yang yang selengkapnya akan saya coba tulis
dibawah ini.
Sejarah Buddhisme di Jepang
Agama Buddha yang dalam bahasa Jepangnya
disebut Bukkyo (Butsu : Buddha, Kyo : ajaran) dipercaya
mulai masuk ke Jepang lewat kerajaan Baekje di Korea sekitar
tahun 538. Beberapa tahun kemudian berbagai buku dan literatur
tentang Buddhism juga mulai masuk lewat negara China pada
masa dynasty Sui. 40 tahun kemudian Kaisar Jepang saat itu
yaitu Pangeran Shotoku (A.D. 574?621) meresmikan Buddha
sebagai agama resmi negara. Sebagai agama baru tentu saja
tidak lepas dari penolakan dan juga tekanan.
Pada masa pemerintahan militer Oda Nobunaga
(534 - 1582), agama Buddha mengalami masa suram karena pemerintah
saat itu bersikap antipati terhadap agama ini. Hal ini disebabkan
karena pada masa itu muncul banyak pemberotakan oleh rakyat
menentang pemerintah yang kebetulan didukung oleh pendeta
Buddha khususnya dari sekte Tendai di kuil Hiei. Pemberontakan
akhirnya berakhir dengan penyerbuan ke kuil di yang terletak
di atas puncak bukit itu dan membunuh ribuan pengikutnya.
Pada masa Periode Meiji (1868-1912) pemerintah menetapkan
Shito sebagai agama resmi negara sehingga secara tidak langsung
menempatkan agama Buddha dalam posisi yang berseberangan.
Pada masa itu banyak kuil Buddha yang ditutup dan pemerintah
memaksa para rahib untuk berkeluarga. Sejak itu sampai sekarang
banyak kuil yang beralih status menjadi Kuil Keluarga yaitu
kuil yang pengelolaanya dilakukan secara perorangan dan
wariskan secara turun temurun dari bapak ke anaknya.
KEUNIKAN BUDDHISM DI JEPANG
Berbaur dengan budaya lokal
Anda pernah mendengar istilah upacara minum
teh ? Budaya ini lahir dan dipopulerkan oleh para peendeta
Buddha sebagai salah satu bagian dari meditasi. Disamping
itu banyak contoh dari budaya Jepang yang lahir karena pengaruh
dari agama baru ini seperti Ikebana atau seni merangkai
bunga, Haiku atau seni penulisan puisi, kaligrafi dan sebagainya.
Seni olah raga Kenpo dan Judo juga dipercayai kemunculannya
tidak bisa lepas dari pengaruh agama Buddha. Kemudian kalau
kita amati pada bangunan tempat ibadah atau kuil Buddha
di Jepang, kita akan menemukan banyak benda peninggalan
karya seni, seperti lukisan, ukiran dan karya pahat yang
dibuat oleh seniman tekenal pada jamannya.
Hal ini sepertinya bisa dipahami karena
agama Buddha yang berkembang di Jepang temasuk kelompok
Mahayana, salah satu kelompok besar dari aliran agama Buddha
yang dalam ritualnya memadukan unsur seni dan budaya setempat.
Kelompok lainnya adalah Teravada, yaitu aliran yang dianggap
menjalankan ajaran Buddha sesuai dengan aslinya. Buddha
Teravada umumnya banyak di jumpai di asia tenggara seperti
Thailand, India dan Srilangka sedangkan kelompok Mahayana
umumnya berkembang di China, Taiwan dan Jepang.
Saling melengkapi dengan
Agama Lokal
Agama Buddha memiliki peran yang penting
di negara Jepang, terlebih lagi pada saat upacara kematian.
Hal ini disebabkan karena agama lokal yaitu Shinto, tidak
memiliki ritual kematian dan juga tidak mengelola tempat
pemakaman.
Sedangkan dilain sisi, agama Buddha Jepang
(nyaris) tidak memiliki upacara ritual untuk perayaan kelahiran
dan pernikaahan, sehingga pernikahan umumnya mereka memilih
menggunakan ritual Shinto atau Kristen. Apakah pasangan
tersebut beragama Kristen atau tidak, bukanlah hal yang
penting bagi mereka. Hal ini tentu saja terasa aneh bagi
sebagian orang asing khusunya bagi orang Indonesia.
Toleransi yang sangat tinggi
Agama Buddha di Jepang memiliki toleransi
yang sangat tinggi pada pemeluk agama lain. Semua kuil Buddha
di negara tersebut bisa dimasukki oleh siapapun dengan bebas,
baik untuk berdoa ataupun sekedar ingin tahu dan photo photo.
Pengunjung dipastikan tidak akan pernah ditanya dengan pertanyaan
apapun berkaitan dengan agama.
Salah satu contoh menarik tentang toleransi
adalah kasus seorang muslim dari Malaysia, Nik Yusof, yang
meninggal saat tragedi bom Hiroshima 6 Augustus 1945, makamnya
justru dibuat dan dipelihara oleh pengurus kuil Buddha.
(sumber : surat kabar online, The Star, Malaysia).
Kemudian contoh yang lebih umum, kuburan
muslim di Yamanashi Tokyo berhasil dibangun berkat jasa
dari Umat Buddha sekte Sotoshu.
Makam seluas 4.800 meter persegi yang saat ini berisi sekitar
120 makam terletak di areal makam milik Kuil
Monjuin, Koshu. (Sumber : The Yamiuri Shinbun).
Secara umum, pemakaman dengan ritual Buddha
di negara tersebut tidak pernah membedakan atau menilai
apakah pihak yang meninggal agama Buddha atau tidak. Semua
dianggap sama.
Doktrin dan Dogma agama
hanya untuk pendeta saja
Kebanyakan orang Jepang atau umat Buddha
kebanyakan kurang begitu memahami dogma ataupun doktin agama.
Untuk menjadi seorang pengikut agama Buddha di Jepang, seseorang
sama sekali tidak dibebankan untuk menjalankan ritual tertentu,
menghafal dan mempelajari kitab apapun. Jadi mempelajari
kitab suci (Sutra), menjalankan ritual doa dan meditasi
yang ketat dan keras, berbagai pantangan dalam hal makanan
dan sebagainya sepenuhnya hanyalah kewajiban dari para pendeta
saja.
Masyarakat umum hanya tahu satu hal saja
yaitu berdoa. Datang ke kuil pada hari kapan saja, melempar
sekeping uang sebagai sumbangan dan berdoa dengan mencakupkan
kedua tangan di dada supertinya sudah lebih dari cukup dan
ritual ini dilakukan tidak lebih dari lima detik. Jadi di
kuil Buddha di Jepang sepenuhnya hanya berfungsi sebagai
tempat berdoa saja.
Tidak mengenal hari
Waisak
Kalau di Indonesia dan beberapa negara
lain yang mayoritas Buddha mengenal hari Waisak sebagai
hari raya besar umat Buddha, di negara tersebut hari raya
ini sama sekali tidak dikenal dan juga tidak dirayakan.
Karena Jepang merupakan negara sekuler maka mereka tidak
mengenal hari libur agama.
Tempat wisata
Kuil Buddha di negara ini selain berfungsi sebagai tempat
ibadah juga berfungsi sebagai tempat wisata. Untuk kuil
tertentu yang bernilai historis tinggi dan banyak dikunjungi
oleh wisatawan, setiap pengunjung dikenakan tiket masuk
seharga kurang lebih 300 yen (Rp 30.000) dan aturan ini
berlaku tanpa perkecualian. Jadi baik yang datang untuk
tujuan berdoa ataupun tidak adalah sama saja. Wisatawan
yang dimaksud kebanyakan adalah orang Jepang sendiri dan
sebagian besar dari mereka akan menyempatkan diri untuk
berdoa. Bangunan kuil di Jepang umumnya sangat indah dan
sebagian besar terbuat sepenuhnya dari kayu dan sudah berumur
ratusan tahun.
Kuil
Toudaiji, salah satu contohnya yang dibangun pada tahun
728 merupakan banguan kayu tertua di dunia. Beberapa diantara
kuil besar di Jepang mendapat perlindungan dari badan dunia
yang mengurus masalah budaya yaitu UNESCO.
SEKTE BUDDHA DI JEPANG
Buddha di Jepang mengenal sangat banyak
sekte namun bagi masyarakat umum, keberadaan dari masing
masing sekte ini nyaris tidak memiliki pengaruh apapun dari
segi keanggotaan. Tentu saja karena seperti sudah diketahui,
kebanyakan orang Jepang menganggap agama adalah kebebasan
dan umumnya mereka tidak pernah tergabung dengan kelompok
agama apapun atau sekte apapun. Perbedaan sekte ini hanya
berlaku di lingkungan organisasi kuil dan pendetanya saja.
Jadi perebutan pengaruh, penyebaran agama
ataupun merekrut anggota baru nyaris tidak ada dalam kehidupan
beragama di negara tersebut. Satu satunya perkecualian mungkin
adalah sekte Sōka Gakkai. Selengkapnya tentang berbagai
sekte yang ada, empat diantaranya adalah sebagai berikut:
Pure Land Buddhism
Pure land ini adalah salah satu sekte yang mempopulerkan
upacara kremasi di Jepang.. Sekte ini mempunyai pengikut
yang cukup luas meliputi negeri China, Tibet dan Vietnam.
Selengkapnya silakan di baca di
sini. atau di
sini.
Nichiren Buddhism
Nichiren
Shō Shū yang artinya Sekte Benar Nichiren,
didirikan pada tahun 1253 oleh pendeta Nikkō, murid
pendeta Nichiren. Sekte Nichiren adalah salah satu sekte
Buddha yang cukup unik. Keunikannya adalah sekte ini adalah
tidak melakukan penyembahan ke arca Buddha seperti yang
umum dilakukan pada tradisi Buddha lainya. Sebagai gantinya
mereka meletakkan Mandara, tulisarn atau huruf Jepang yang
berisikan mantra atau tulisan suci yang dikeramatkan.
Dalam perkembangan selanjutnya ajaran Nichiren ini melahirkan
sekte atau kelompok baru yang lebih modern dan solid yang
disebut Sōka Gakkai yang akan saya tulis dalam kelompok
tersendiri. Sekte ini juga mempunyai sejumlah pengikut di
Indonesia yang tergabung dalam Nichiren Shu Indonesia.
Sōka Gakkai
Sekte ini berdiri pada tahun 1975 dan merupakan
sekte Buddha yang memiliki struktur organisasi dan juga
pengikut paling solid dan terbesar di Jepang saat ini. Bahkan
dalam satu dasarwarsa ini, pengaruhnya sudah tersebar ke
berbagai negara lain. Ajarannya kebanyakan bersumber dari
ajaran Nichiren.
Kalau saya tidak salah memahami, sepertinya
sekte ini berusaha untuk keluar dari pakem agama yang statis
yang berkutat pada masalah dogma dan ritual. Sōka Gakkai
tidak menekankan aktivitasnya pada kegiatan tradisi dalam
arti ritual seperti sembahyang atau ibadah namun lebih banyak
ke bidang pendidikan dan perbaikan prilaku. Kelompok ini
juga tidak memiliki kuil atau tempat ibadah apapun namun
sebagai gantinya mereka memiliki rumah atau gedung modern
yang dipakai sebagai tempat pertemuan dan diskusi.
Mereka percaya bahya tujuan hidup kita
adalah penciptaan nilai. Nilai yang utama adalah kebaikan,
kemudian kegunaan, ketiga, keindahan. Sōka
sendiri artinya adalah penciptaan nilai, sedangkan Gakkai
artinya kurang lebih tempat pertemuan atau tempat belajar
atau a learned [scientific] society.
Mereka juga mencoba untuk membuat agama lebih berguna bagi
masyarakat banyak dengan aktif dan bergabung di berbagi
lembaga seperti Unesco, UNHCR, badan yang mengatur masalah
pengungsi, berdiskusi dan berusaha menciptakan masyarakat
yang bersih, menyebarkan perdamaian dll.
Secara rutin para pengikutnya mengadakan
pertemuan dan berdiskusi tentang masalah kehidupan sehari-hari.
Jadi Sōka Gakkai sepertinya mungkin lebih tepat kalau
disebut sebagai kelompok studi pendidikan dibandingkan dengan
agama. Selengkapnya bisa di baca di sini
Pada 1964, juga mulai memasuki dunia politik
dengan mendirikan partai politik yang bernama Kōmeitō
dan menjadi partai keempat terbesar di negara tersebut.
Hal ini tidak lepas dari struktur organisasi mereka yang
sangat solid dan dukungan dari puluhan juta orang anggota
yang mereka miliki. Mungkin sekte ini adalah merupakan satu
satunya kelompok agama yang memiliki catatan lengkap tentang
jumlah umat atau anggotanya.
Buddha Zen
Buddha
Zen sepertinya merupakan suatu sekte dari agama Buddha
yang sangat berpengaruh di negara tersebut. Membicarakan
tentang Buddha di Jepang umumnya selalu merujuk ke pada
sekte Budda Zen. Demikian juga halnya dengan budaya yang
sama sekali tidak bisa dipisahkan dari peran Buddha Zen.
Upacara minum teh yang sangat terkenal itu adalah salah
satu contohnya. Sekte ini didirikan oleh oleh Dōgen
Zenji ( (19 January 1200 - 22 September 1253) yang merupakan
seorang guru Zen termasyur di Jepang. Tokoh ini pernah lama
belajar dan memperdalam ilmunya di negeri China.
Ketika saya menyempatkan diri berkunjung ke salah satu
kuil Zen yang sangat terkenal yaitu Eiheiji
Temple di Perfecture Fukui, telihat dengan jelas refleksi
dari ajaran Zen tersebut. Di komplek kuil yang sangat luas
terasa sangat asri dan menyatu dengan alam. Pohon pohon
besar berumur ratusan tahun berdiri tegak menjulang lurus
ke atas. Seperti umumnya banguanan kuil di Jepang yang sepenuhnya
terbuat dari kayu terlihat sangat bersih dan terawat. Kebersihan
merupakan bagian dari ibadah dan tiap hari puluhan orang
(calon rahib) tampak menggosok lantai kayu sampai mengkilat
dan sebagian orang lagi tampak sibuk mencabut rumput dan
tanaman penganggu di taman.
Ketika memasuki banguan utama yang memiliki lorong yang
sangat banyak dan panjang, sandal dan sepatu harus dilepas
dimasukkan ke dalam kantong plastik dan di bawa selama berkunjung
di areal dalam bangunan. Sedikit catatan, hampir semua tempat
ibadah di negara tersebut adalah juga berfungsi sebagai
tempat wisata, jadi siapaun bisa masuk dan melihat lihat
ke dalamnya.
Untuk para rahib, mereka menjalankan harus menjalankan
meditasi dan berbagai pantangan yang sangat ketat. Umumnya
para rahib Buddha makan hanya dua kali sehari, jadi jam
makan, tidur dan juga bangun diatur dengan sangat ketat.
Berjalan juga dianggap sebagai bagian dari meditasi atau
etika sehingga cara berjalanpun harus di pelajari, misalnya
adalah berjalan dengan tidak menimbulkan suara berisik.
Maklum saja, berjalan di banguan yang terbuat dari kayu
tentu saja harus lebih hati hati dibandingkan dengan bangunan
tanah atau beton.
Ajaran tentang Zen bisa Anda baca lebih
lengkap di di wikipedia. Di bagian ini saya lebih tertarik
untuk menuliskan ajaran Zen dengan lebih sederhana yang
sepertinya cocok dipakai dalam kehidupan sehari hari. Dari
buku saku bergambar yang diterbitkan oleh sekte dan di jual
di dalam kuil, memberikan penjelasan yang sangat sederhana,
indah dan tidak kaku dan dogmatis. Menurut saya sepertinya
ajarannya termasuk "lintas agama" seperti :
- Ajakan untuk mencintai alam,
- Menciptakan nilai pada diri (the value of a person),
- Ajakan untuk cinta damai dan tidak fanatik pada agama
atau kepercayaan buta.
Satu diantaranya saya coba kutipkan di bawah ini :
Mother
Nature's Bounty
Rice and vegetable have lives, meat
animals and fish have lives
It is thank to those lives that we are able to live
Let us receive food with gratitude for those precious
lives
always saying "I thankfully accept this gift
of nourishment" and "Thank you for this
wonderful food".
Shizen
no megumi
Kome mo yasai mo
inochi desu. Niku mo sakana mo inochi desu.
Korera no inochi no ikage de watashitachi mo ikisarete
imasu
Itadakimasu, Gochicho sama
Toutoi inochi ni kansha shite shokuji o itadakimashou |
Dari uraian di atas terselip ada kata
Itadakimasu dan Gochisosama yang merupakan kata salam sebelum
dan sesudah makan. Salam ini menurut banyak orang berasal
dari tradisi Shinto. Namun dari tulisan ini sepertinya sedikit
jelas bahwa salam ini bukan merupakan salam milik agama
tertentu namun merupakan bagian dari budaya Jepang dalam
menghormati makanan. Dalam budaya Jepang, seorang anak umumnya
diajar untuk makan sampai sisa nasi terakhir yang tujuannya
adalah untuk menghormati kehidupan dari beras yang telah
kita makan. Jadi prilaku sepertinya lebih mendapatkan porsi
yang lebih besar dibandingkan ibadah.
KUIL BUDDHA
Kuil Buddha atau Tera dalam bahasa Jepangnya bisa ditemukan
dalam jumlah yang sangat banyak dan tersebar di berbagai
tempat. Kebanyakan dari banguanan Tera yang ada adalah termasuk
Kuil Keluarga yang artinya pengelolaanya berada pada perorangan
yang diwariskan secara turun temurun. Kebanyakan Tera yang
ada adalah berbentuk banguan kayu yang sudah sangat tua
dan dibangun sekitar abad ke 8. Namun kebanyakan dari banguan
kuil sekarang adalah renovasi dari kuil lama. Diperkirakan
sekarang ini ada sekitar 80.000 an kuil di seluruh Jepang.
Beberapa kuil Buddha yang terkenal yang bisa saya tulis
adalah sebagai berikut : (note: akhiran Ji atau dera artinya
adalah Temple atau Kuil Buddha dalam bahasa Jepang)
- Toudaiji,
yang dibangun pada tahun 728. Kuil ini terkenal karena
merupakan banguan kayu tertua di dunia
- Kinkakuji
atau kuil Emas sangat terkenal karena sesuai dengan namanya
banguanannya berwarna kuning keemasan
- Kiyomizu
dera yang dibangun sekitar tahun 798.
- Rinnō-ji
in yang dibangun pada tahun 766. Pada komplek banguanan
ini selain kuil Buddha juga berdiri kuil Shinto dan kedua
tempat ini kadang dikenal dengan nama Nikko Temple karena
berada di daerah Nikko.
Semua banguanan kuil yang saya sebutkan di atas adalah
termasuk Worl Herritage atau warisan dunia yang pengelolaannya
di organisaikan oleh Unesco. Seperti umumnya kebanyakan
bangunan kuil di negara tersebut yang dibangun sepenuhnya
dari kayu dan tanpa paku sama sekali sehingga sangat tahan
terhadap gempa. Hal inilah yang menyebabkan banguan itu
bisa bertahan dan tidak roboh meskipun beberapa kali diguncang
oleh gempa besar. Namun walaupun begitu, banguanan kayu
bukannya tidak mempunyai kelemahan sama sekali. Kelemahan
terbesar adalah sangat rentan terhadap kebakaran.
Semoga bermanfaat
Ditulis oleh : nyoman ardika
Osaka 01 September 2009
Revisi terakhir :
REFFERENSI :
http://en.wikipedia.org/wiki/Buddhism_in_Japan
http://www.buddhanet.net/nippon/nippon_partI.html
http://buddhism.about.com/od/throughasiaandbeyond/a/japanhistory.htm
|